Cari Blog Ini

Bidvertiser

Rabu, 12 Juli 2017

ARTIKEL OPINI: Wajah Buruk Dunia Kesehatan Kita (WIMPIE PANGKAHILA)

Beberapa hari ini muncul berita tentang dokter palsu di Surabaya, yang ternyata telah berpraktik lama.

Bermula dari berita di media sosial yang mengunggah kartu nama dokter palsu itu. Dia menyatakan diri sebagai dokter spesialis patologi anatomi yang menyembuhkan kanker dan segala macam penyakit lain. Ia mengaku dokter, padahal bukan.

Sebelumnya, ada Jeng Ana, seorang pengobat alternatif yang kerap beriklan di media televisi. Dengan percaya diri, ia hadir di acara bincang-bincang televisi lokal dan menjelaskan berbagai istilah ilmiah, tetapi salah total.

Kasus obat palsu pun pernah ramai dibicarakan walaupun sampai saat ini tidak ada jaminan obat palsu tidak beredar dan digunakan masyarakat luas.

Selain obat palsu, ada vaksin palsu. Entah berapa banyak anak menjadi korban karena vaksin palsu beredar 13 tahun lebih.

Semua kepalsuan itu menunjukkan betapa buruknya wajah dunia kesehatan kita. Tidak ada alasan mendasar dari pihak terkait, kecuali tidak ada laporan korban, khususnya dari jajaran Kementerian Kesehatan. Bagi saya, alasan itu pun tidak masuk akal karena ada iklan di televisi yang begitu benderang.

Tentu saja tanggung jawab utama di tangan stasiun televisi bersangkutan. Namun, KPI harus ikut bertanggung jawab karena membiarkan stasiun televisi menayangkan iklan menyesatkan.

Tidak adil rasanya bicara tentang pelayanan kesehatan tanpa menyinggung dokter sebagai pemeran sentral. Beberapa hari terakhir ini media utama dan media sosial juga memberitakan kematian Dr Stefanus Taofik, spesialis anestesi yang sedang bertugas di sebuah rumah sakit di Jakarta.

Saya hanya ingin menyatakan dia meninggal dalam tugas demi melayani sesama. Dia merupakan salah satu contoh dari sekian banyak dokter yang bekerja profesional, sesuai etika, dan menjunjung Sumpah Dokter.

Namun, tidak benar juga kalau saya hanya mengatakan semua dokter di negara ini telah bekerja profesional dan memegang teguh etika serta Sumpah Dokter.

Dokter asli tapi palsu

Ternyata ada juga dokter yang tidak bekerja secara profesional sesuai standar ilmu pengetahuan kedokteran terkini. Dalam istilah kedokteran, dokter seperti itu disebut tidak evidence-based medicine (EBM). Dengan kata sederhana, tidak ilmiah.

Saya lebih suka menyebut dokter asli tapi palsu (aspal). Mereka dokter asli karena memang telah lulus sebagai dokter dari fakultas kedokteran yang mungkin terakreditasi. Akan tetapi, dalam pelayanan kesehatan mereka "maunya sendiri, tidak punya dasar ilmiah, asal dikenal, dan asal menguntungkan". Akhirnya tampak sekali "alangkah bodohnya, serupa dengan dokter palsu dan pengiklan bohong di TV".

Dalam pengalaman selama ini, saya menerima banyak laporan masyarakat yang mendapat layanan dokter asli tapi palsu. Umumnya mereka datang ke dokter aspal karena informasi teman atau iklan di media. Tidak ada kecurigaan karena mereka memang dokter, lengkap dengan jas putihnya. Masyarakat tidak menyadari bahwa tindakan dokter itu tidak ilmiah, tidak berdasarkan bukti terkini.

Apa kerugian masyarakat akibat tindakan dokter aspal? Pertama, tindakannya tidak memberikan manfaat yang sesungguhnya. Kedua, mungkin justru menimbulkan akibat buruk karena tindakan yang tidak berbasis bukti ilmiah itu. Ketiga, merugikan masyarakat dari segi biaya karena tidak menjadi sehat. Dengan kalimat yang lebih kasar, praktik dokter aspal sama saja dengan penipuan.

Lebih jauh apa yang dilakukan dokter aspal sesungguhnya telah mempermalukan semua dokter sejati dan semakin memperburuk wajah dunia kesehatan di Indonesia. Berikut ini beberapa contoh tindakan dokter aspal.

Pertama, menggunakan alat bantu diagnostik yang tak diakui secara kedokteran internasional.

Kedua, memberikan pengobatan yang tidak didukung bukti ilmiah, termasuk menjual ramuan herbal yang ternyata dicampur obat sebenarnya.

Ketiga, memberikan penjelasan langsung atau beriklan mengenai pengobatan yang tidak diakui di dunia kedokteran.

Keempat, mengaku spesialis dari luar negeri, tetapi tidak melalui program pendidikan dokter spesialis yang berlaku secara internasional atau recidency.

Waspadai alat bantu

Masyarakat dan dokter sekalipun tampaknya perlu mengetahui bahwa tidak semua alat bantu diagnostik yang dijual secara luas memang benar berbasis bukti ilmiah. Sebagai contoh ialah alat pemeriksaan laboratorium portabel yang dalam waktu singkat mampu mengeluarkan ratusan hasil darah, termasuk berbagai kadar hormon.

Contoh lain, alat bantu diagnostik yang diiklankan dapat menentukan usia organ tubuh yang sebenarnya, dan alat yang dapat menentukan adanya keracunan logam.

Ada pula alat yang diiklankan mampu membersihkan racun, hanya dengan mencelupkan kaki di dalam air pada alat itu.

Masih banyak lagi alat abal-abal yang digunakan sebagian dokter aspal. Mereka beralasan alat itu buatan Amerika. Mereka tidak tahu, di Amerika juga banyak diberitakan alat bantu abal-abal. Akan tetapi, karena masyarakatnya sebagian besar kritis, akhirnya alat itu tidak laku. Nah, sebagian besar alat justru diekspor ke negara yang dianggap bodoh, termasuk Indonesia.

Bagaimana menyikapi kenyataan buruk ini? Pertama, jangan mudah percaya kepada iklan, yang menyangkut dokter sekalipun. Justru dokter yang profesional tidak boleh mengiklankan diri. Kedua, jangan segan meminta pendapat dari dokter lain mengenai tindakan yang akan atau telah dilakukan seorang dokter. Ketiga, melaporkan kalau menduga ada sesuatu yang tidak beres saat dokter melakukan praktik kedokterannya.

Kepada pihak berwenang, dinas kesehatan, dan penegak hukum, segera tertibkan dokter aspal. Hal ini tentu harus dilakukan untuk melindungi kepentingan masyarakat luas. Kalau dokter saja harus ditertibkan, apalagi dokter aspal dan dokter palsu serta pengobat alternatif yang tidak jelas dasarnya.

Tentu saja kita berharap tidak ada lagi penipuan atas nama pelayanan kesehatan. Kita semua berharap stasiun televisi menjadi lebih berkualitas, tidak lagi menayangkan iklan bodoh hanya demi uang sekian banyak.

Bukankah kita harus berpikir jernih dengan nurani yang dalam bahwa mendapatkan uang banyak, tetapi merugikan banyak orang merupakan suatu tindakan yang tidak terpuji? Ataukah biarkan saja wajah dunia kesehatan kita semakin buruk?

WIMPIE PANGKAHILA, GURU BESAR FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 12 Juli 2017, di halaman 6 dengan judul "Wajah Buruk Dunia Kesehatan Kita".


Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger