Cari Blog Ini

Bidvertiser

Selasa, 11 Juli 2017

TAJUK RENCANA: Teroris dan Info Siber (Kompas)

Internet telah menjadi sumber segala informasi, baik yang bermutu dan bermanfaat maupun yang sampah dan jahat serta dipakai oleh beragam pengguna.

Kemarin, di harian ini kita diingatkan lagi, radikalisasi di dunia maya semakin menjadi ancaman nyata. Kelompok atau individu cukup mengakses media sosial untuk berbagai kebutuhan, mulai dari pendidikan paham radikal, cara dan tips menyiapkan aksi teror, hingga layanan jual-beli perlengkapan serangan teror.

Pernyataan di atas bukan sekadar uraian, melainkan didasarkan pada pengakuan Agus Wiguna, pembuat bom panci di Bandung. Ia mendapatkan berbagai macam informasi mengenai ide radikal ataupun cara-cara perakitan senjata dengan mengakses konten yang disebarkan kelompok radikal, khususnya jaringan Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS).

Kasus Agus menegaskan sekali lagi, siapa pun dapat menemukan informasi apa pun di internet, termasuk soal pembuatan bom. Kenyataan ini memaksa kita memikirkan kembali bagaimana harus mengelola informasi yang tersebar di internet. Kita dihadapkan pada tantangan yang tidak mudah. Pengalaman kita menanggulangi informasi bohong menjadi salah satu gambarannya.

Kita mungkin bisa mengerahkan tenaga untuk menyurvei konten yang kita nilai berbahaya, seperti kita melakukannya terhadap ujaran kebencian dan pornografi. Akan tetapi, kita juga mengetahui, sekadar memblokir satu atau seribu situs tidak akan memberi hasil efektif karena penyebar informasi bisa membuat situs baru.

Untuk ujaran kebencian, kita mungkin masih bisa mengatasinya dengan melakukan literasi, menangkal paham tersebut dengan ajaran yang baik sehingga pelaku tersadarkan. Bagaimana dengan orang yang dari awal sudah berniat mencari informasi untuk tujuan jahat?

Sebenarnya yang bersangkutan juga masih harus menguji apakah informasi yang ia dapatkan melalui internet benar atau palsu/sesat. Namun, kita tahu, orang yang sudah punya tekad tidak akan menyerah meski ada kesulitan. Kita menyadari, kita memang membutuhkan upaya lain untuk menangkal tantangan ini. Misalnya, meski informasi tentang cara perakitan bom bisa diperoleh, akses untuk mendapat bahan-bahan kimianya harus bisa kita kontrol.

Yang lebih ke hulu lagi, intelijen dengan dukungan masyarakat harus meningkatkan kemampuan untuk mendeteksi adanya "manusia aneh" yang pola hidup dan perilakunya "tidak biasa/aneh" di lingkungannya.

Cara lain, seperti kontrol kependudukan dan aktivitas warga, perlu dipikirkan. Belum tentu itu mudah dan bisa diterima karena sebagian mungkin bersinggungan dengan privasi. Bisa juga otoritas dianggap menerapkan big brotherism, yakni berusaha mengontrol kehidupan warganya.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 11 Juli 2017, di halaman 6 dengan judul "Teroris dan Info Siber".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger