Ada UNESCO, ada Kesepakatan Paris, dan ada Kesepakatan Nuklir Iran. AS juga dipandang beraksi sepihak dalam pemberlakuan bea masuk impor, kebijakan yang memicu perang dagang. Tindakan sepihak lainnya adalah pengakuan Jerusalem sebagai ibu kota Israel.

Dengan alasan membela kepentingan nasional, bisa saja satu negara menempuh kebijakan seperti AS. Dengan besaran pengaruh yang dimiliki, mungkin AS merasa sah saja menempuh langkah itu. Kasus terakhir, AS memutuskan mundur dari Dewan Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa, Selasa (19/6).

Sebenarnya soal ini sudah sejak tahun lalu diwacanakan AS. Menurut Wakil Tetap AS di PBB Nikki Haley, salah satu alasan AS mundur adalah karena Dewan HAM PBB dianggap gagal mereformasi diri. Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo menilai, meski memiliki visi mulia, akhir-akhir ini Dewan HAM itu menjadi pembela yang buruk.

Alasan lain, kata Menlu AS, Dewan HAM PBB menjadi contoh kemunafikan sebab mengabaikan sejumlah kasus pelanggaran HAM. Sejumlah negara yang dinilai pelanggar HAM juga menjadi anggota Dewan, seperti Kuba, Venezuela, China, dan Kongo.

Dengan segala basa-basi terhadap visi Dewan, Pompeo tak bisa menutup alasan sebenarnya dari keputusan mundur AS, yaitu negaranya tak akan diam jika PBB dipakai untuk melemahkan kepentingan AS dan sekutunya. Orang tak sulit menebak, dalam hal ini siapa yang dimaksud AS dengan sekutunya, yaitu Israel. Menlu AS terang-terangan mengatakan, Dewan HAM PBB bias terhadap Israel. Dewan membuat resolusi mengecam Israel lebih banyak dibanding gabungan kecaman untuk negara-negara lain.

Meski sebelumnya dibalut dengan pernyataan berputar tentang visi Dewan, buntutnya AS kembali ke sikap politik generiknya, membela Israel. Menurut Direktur Eksekutif Human Rights Watch (HRW) Kenneth Roth, seperti dikutip harian ini Kamis (21/6), tampaknya yang dipedulikan oleh Presiden AS Donald Trump hanyalah membela Israel. Kesan ini selaras dengan kebijakan untuk mundur dari Kesepakatan Nuklir Iran yang ditempuh oleh (saat itu) Presiden AS Barack Obama dan kebijakan memindahkan Kedutaan Besar AS ke Jerusalem.

Tak seorang pun meragukan secara umum pemimpin dan pemerintahan AS membela kepentingan Israel. Namun, di era Trump, kebijakan ini tampak semakin menjadi-jadi.

Dengan kebijakan unilateralis itu, disadari atau tidak, AS telah meninggalkan kebajikan multilateralisme. Padahal, dengan semangat multilateralis, atau bersama-sama, daya akan lebih besar, misalnya untuk kerja sama perlindungan HAM internasional. Dengan mundurnya AS, berkurang bobot meningkatkan pembelaan HAM dan korban kesewenangan di berbagai tempat.