REUTERS/FRANCIS MASCARENHAS

Anak-anak menyalakan lilin di sekeliling sebuah lukisan yang dibuat untuk memperingati 100 tahun kelahiran pemimpin anti-apartheid asal Afrika Selatan, Nelson Mandela, di sebuah sekolah seni di Mumbai, India, Rabu (18/7/2018).

Menyusul selesainya pemilihan kepala daerah di Indonesia, alam memberikan tanda-tanda kepada manusia. Di Bali, khususnya, puncak Gunung Agung terbakar oleh erupsi, Pantai Benoa terbakar oleh api. Sejujurnya, alam itu netral.

Di pikiran manusialah tanda-tanda alam itu menjadi negatif atau positif. Ia akan jadi destruktif atau konstruktif sangat bergantung pada bagaimana manusia bereaksi kemudian. Dewan pangan dunia (FAO) pernah bertemu di Geneva tahun 1974. Ketika itu, satu-satunya negara yang penduduknya telah 1 miliar hanya China. Saat itu, FAO meramalkan China akan sangat kesulitan menghidupi penduduknya yang demikian banyak. Namun, yang terjadi di tahun 2018, China adalah sebuah kekuatan ekonomi global yang sangat diperhitungkan.

Singkatnya, ramalan dan tanda-tanda alam tidak membawa energi negatif atau positif di dalamnya. Langkah-langkah manusialah yang membuatnya menjadi negatif atau positif.

Meminjam temuan sejarawan Yuval Noah Harari (Homo Deus: A Brief History of Tomorrow), pertumbuhan ekonomi di mana-mana cepat sekali. Demikian cepatnya, sampai tidak ada yang bisa melambatkan, apalagi menghentikannya. Dalam salah satu sub-bab buku di atas, Harari memberi judul: "Adakah yang bisa menginjak rem?" Jawabannya sangat menyentuh. Pertama, tidak akan ada yang bisa menginjak rem. Kedua, tidak ada yang tahu di mana remnya berada.

Ibarat kereta api cepat yang sedang melaju kencang, jika direm mendadak, semuanya akan berantakan. Konsekuensinya, dampak ekologis pertumbuhan ekonomi yang demikian cepat akan dahsyat sekali. Dampak spiritualnya apalagi. Tanda-tandanya di sana-sini sudah terlihat terang. Namun, salah satu faktor yang sering kali diabaikan oleh para peramal masa depan, termasuk Prof Harari, adalah kreativitas manusia. Kreativitas manusialah yang membuat ramalan menakutkan ahli statistik Robert Malthus tidak menjadi kenyataan. Kreativitas manusialah yang membuat ramalan FAO di tahun 1974 tidak menjadi kenyataan.

Kreativitas spiritual

Pekerjaan rumah yang sedang menunggu, bagaimana mengajak generasi baru untuk bertumbuh secara lebih kreatif, sedikit bergantung pada rumus-rumus tua dari masa lalu yang sangat jauh. Di dunia spiritual khususnya, ada banyak sahabat yang kaku sekali dengan buku suci. Positifnya tentu saja ada. Namun, ia membuat generasi baru jadi jauh dari kreatif. Segelintir pencinta buku suci bahkan menggunakan buku suci untuk menghabiskan nyawa orang lain. Lagi-lagi akar persoalannya adalah pikiran picik- sempit yang jauh dari kreatif.

Di titik inilah diperlukan tokoh-tokoh yang berani memasuki wilayah "kreativitas spiritual". Buku suci tentu saja tetap acuan penting, tetapi kepekaan untuk membaca tanda-tanda perubahan alam juga sama pentingnya. Bioritme alam di mana-mana berubah. Setelah Perang Dunia I, susu adalah menu manusia yang sangat direkomendasikan. Kini banyak dokter-medis dan pengamat kesehatan yang sangat anti-susu. Pertanyaan spiritualnya kemudian, dari mana kita sebaiknya melangkah?

Sulit mengingkari, kekuatan yang paling ditakuti di tahun 2018 adalah teroris. Lagi-lagi meminjam pendapat Prof Harari, teroris itu mirip lalat yang mau menghancurkan sebuah toko. Karena lalatnya tidak bisa mengangkat bahkan cangkir kecil sekalipun, maka ia masuki telinga banteng besar agar mengamuk menghancurkan toko.

Dengan demikian, yang membuat para teroris menempati berita-berita utama dunia bukan serangan mereka, tetapi reaksi segelintir pemimpin yang terlalu berlebihan. Ia serupa mau membunuh seekor nyamuk dengan menggunakan bom. Nyamuk memang mati, tapi lingkungan sekitarnya hancur lebur. Penemu bom dulu hanya membuat bahan peledak untuk membantu pemerintah menghancurkan bukit penuh batu agar bisa membangun jalan dan infrastruktur lainnya. Tak terbayang bom akan digunakan menghancurkan banyak nyawa manusia. Hal yang sama terjadi sekarang. Peneliti yang menekuni kecerdasan buatan serta rekayasa genetika pasti belum membayangkan kalau temuan mereka bisa digunakan para teroris untuk membuat pasukan penghancur dengan daya hancur yang jauh lebih hebat.

Belajar dari sini, sangat penting mengajak para sahabat pemimpin khususnya agar belajar tenang di tengah guncangan krisis. Dari sinilah titik berangkat kreativitas spiritual sebaiknya dimulai. Di dunia kepemimpinan sering diungkapkan, begitu seorang pemimpin bisa tenang seimbang, ada banyak kekacauan yang bisa dihindarkan.

Salah satu pemimpin dunia yang ketenangannya sangat mengagumkan adalah Mahatma Gandhi. Ketika jutaan pengikutnya sudah siap turun demonstrasi melawan penjajah Inggris soal kebijakan garam, Gandhi malah duduk tenang seimbang dalam posisi meditasi. Begitu beliau kehilangan semua marah dan dendam yang membakar, baru turun memimpin demonstrasi. Hasilnya sudah dicatat sejarah, salah satu kekuatan tentara terbesar dunia ketika itu berhasil diusir dari India. Nelson Mandela adalah contoh kedua. Kendati dipenjara selama 27 tahun oleh lawan politiknya, ketika memerintah, dengan entengnya beliau mengajak rakyat Afrika Selatan untuk memaafkan.

Rahasia spiritual

Di balik ketenangan sempurna pemimpin jenis ini, tentu saja ada rahasia spiritual, yakni kemampuan menguasai diri yang sangat mengagumkan. Dalam kisah Mahatma Gandhi, meditasi sahabat dekatnya. Di balik ketenangan Nelson Mandela tersembunyi pengabdian yang tulus dan halus. Tentu saja sangat sulit mencari pemimpin di zaman ini yang sekaliber Mahatma Gandhi dan Nelson Mandela. Tetapi, generasi muda bisa mempersiapkan diri seawal dan sedini mungkin.

Sekolah yang tinggi tentu saja penting. Memiliki jaringan yang luas juga penting. Namun, di atas semua itu, latih diri sejak awal untuk memiliki penguasaan diri yang mengagumkan. Di jalan meditasi, ada yang menyarankan untuk selalu menyaksikan di tengah. Kapan saja duka-suka, salah-benar, buruk-baik berkunjung, ingatkan diri untuk tersenyum menyaksikan di tengah.

Ada juga jalan yang lebih tinggi yang disebut nirvikalpa samadhi. Tidak duduk di posisi ketiga, yakni di tengah, tetapi duduk di posisi keempat. Bahkan, jalan tengah pun sebaiknya disaksikan. Berbicaranya mudah, tapi membadankannya tidak mudah. Dibutuhkan waktu serta ketekunan untuk terus berlatih, kendati dibikin jatuh bangun oleh cobaan dan guncangan. Itu sebabnya, keluarga spiritual Compassion sudah melatih meditasi ribuan remaja dan anak-anak TK di Bali, khususnya, untuk membukakan pintu pada lahirnya "pemimpin yang penuh harmoni di dalam diri" suatu hari kelak.