Kristi Poerwandari

 

Menyusul musibah besar atau kejadian bencana, berbagai kelompok menunjukkan kepedulian lalu melaksanakan program-program bagi masyarakat yang terkena dampak bencana. Program ini seyogianya disusun dan dilaksanakan dengan pemahaman mengenai bagaimana memberikan bantuan secara tepat.

Psychological first aid (sering disingkat PFA) merupakan bantuan pertama yang bersifat psikologis dalam merespons situasi traumatis dan segera/darurat yang prinsip-prinsip dan ketrampilannya perlu dikuasai sukarelawan dan pekerja kemanusiaan. Tulisan pendek ini mengacu pada tulisan Singaravelu (2012) yang menggabungkan berbagai sumber.

Mengurangi tekanan psikis

PFA diberikan dengan tujuan mengurangi tekanan situasi yang dihadapi dan membantu diperolehnya kembali fungsi adaptif segera ataupun jangka lebih panjang dari masyarakat penyintas. Meminta penyintas bercerita mengenai persepsi, pikiran, dan reaksi emosionalnya tidak bermanfaat bagi mereka, bahkan dapat berdampak merugikan. Karena itu, dengan PFA, sukarelawan atau pekerja kemanusiaan tidak menggali detail pengalaman traumatis, tidak pula memberi label atau mendiagnosis.

Komunitas penyintas akan menunjukkan variasi reaksi awal yang berbeda-beda. Sukarelawan tidak memaksa memberi bantuan, tetapi perlu menyediakan diri bagi siapa pun yang memerlukan. Yang mungkin lebih memerlukan adalah mereka yang mengalami luka serius dan memerlukan perawatan medis segera, yang terlalu terguncang, sehingga tidak mampu merawat diri sendiri atau merawat anak-anaknya juga yang dikhawatirkan dapat melukai diri sendiri atau orang lain.

Reaksi pada masa krisis dapat beragam. Ada yang menunjukkan reaksi bersifat fisik (gemetar, sakit kepala, dan badan lemas), ada yang psikologis (menangis, ketakutan, terus waspada, marah, serta merasa bersalah karena ia selamat dan anggota keluarganya hilang). Ada pula yang menunjukkan perubahan tingkah laku, misalnya mematung saja, tidak bicara sepatah kata pun, dan lupa namanya sendiri. Sebagian besar akan pulih kembali sejalan dengan waktu, utamanya jika mereka memperoleh dukungan dan dapat terpenuhi kebutuhan-kebutuhan dasarnya.

Anak dan remaja, terutama yang terpisah dari keluarga, perlu memperoleh perhatian karena mereka butuh perlindungan dari eksploitasi. Demikian pula kelompok lain yang rentan, seperti difabel, orang lanjut usia, ibu hamil dan merawat bayi, serta yang kehilangan rumah dan keluarga. Pastikan yang terlihat sangat tertekan tidak ditinggalkan sendiri.

Mungkin saja penyintas mengalami hal yang sangat sulit dicerna atau ingin disembunyikannya, misalnya mendapatkan kekerasan seksual. Karena itu, akan baik jika dalam berbagai keterbatasan yang ada, sukarelawan dapat menemukan suatu sudut yang memungkinkan penyintas bicara dengan lebih nyaman dan aman.

Di lokasi

Sebelum memasuki lokasi, kita perlu membekali diri dengan pengetahuan mengenai apa yang telah terjadi dan bagaimana perkembangan terkini situasinya. Juga mengecek pihak-pihak mana saja yang telah turun dan bantuan apa saja yang telah atau belum diberikan? Ada pulakah pertimbangan keamanan lingkungan yang perlu diketahui?

Yang dilakukan adalah berkomunikasi dengan penyintas dengan cara yang tidak mendesak/memaksa; menghadirkan kenyamanan fisik, psikologis, dan rasa aman; serta menenangkan individu yang kacau situasi emosinya.

Sukarelawan dapat bertanya kebutuhan penyintas yang segera serta memberikan bantuan praktis dan informasi yang diperlukan.

Sukarelawan menyampaikan informasi yang dapat membantu pemulihan, membantu mengidentifikasi kekuatan dan kemampuan penyintas, serta membangun keyakinan bahwa mereka dapat melewati situasi yang sulit.

Dalam keadaan krisis, orang dapat menjadi bingung dan marah, sukarelawan perlu paham hal ini sehingga dapat tetap menjaga sikap sabar dan tenang.

Sukarelawan perlu paham bias-bias dan prasangka pribadinya sendiri, tidak memaksakan bantuan, tidak membuat janji-janji yang tidak dapat ditepati, atau memberikan informasi yang salah. Sukarelawan perlu paham budaya setempat agar tidak melakukan kesalahan dalam pendekatan dan harus paham keterbatasannya sendiri dengan tidak melakukan hal-hal di luar kompetensinya.

Periksalah keamanan dan pemenuhan kebutuhan dasar dari penyintas. Adakah yang sangat mendesak memerlukan hal tertentu, adakah yang menunjukkan reaksi sangat tertekan? Adakah yang perlu mendapat perhatian khusus karena risiko akan mengalami eksploitasi atau kekerasan?

Sukarelawan perlu mengamati dan mendekati pihak-pihak yang secara lebih khusus memerlukan bantuan. Kadang ada rumor atau berita negatif beredar. Sukarelawan tetap perlu bersikap tenang, positif, dan terbuka bagi semua pihak dengan tetap memfokus pada tugas utamanya. Sukarelawan juga dapat meminta penyintas yang panik untuk menenangkan diri, misalnya dengan memfokus pada napas mereka, dengan mengambil napas (menarik napas dan mengembuskan napas) perlahan berulang-ulang.

Menghubungkan

Sukarelawan umumnya hanya bertemu penyintas dalam waktu singkat. Karena itu, penting untuk membantu menyadarkan mereka mengenai kekuatan yang dimiliki untuk menghadapi situasi sulit. Penyintas juga disemangati untuk memfokus pada strategi-strategi mengatasi masalah yang lebih positif. Misalnya, rasa bosan diatasi dengan bermain dengan anak atau dengan membantu penyintas lain yang berada dalam kondisi lebih sulit.

Satu bagian penting dari PFA adalah menghubungkan penyintas dengan pihak-pihak yang dapat memberikan dukungan yang diperlukan. Misalnya, ibu yang sedang hamil besar dihubungkan dengan layanan kesehatan yang dapat membantu melahirkan.

Yang juga sangat penting jika dapat dilakukan adalah menghubungkan dengan jaringan sosial penyintas itu sendiri (mempersatukan kembali anak dengan orangtua, mempertemukan penyintas dengan keluarga atau orang dari komunitasnya).