Dalam pernyataan bersama yang dibuat pada akhir KTT, yang berlangsung selama tiga hari di Singapura, Kamis lalu itu, juga ditekankan keyakinan pemimpin 10 negara ASEAN untuk menjadikan regionalisme dan multilateralisme sebagai basis utama membangun kerja sama di kawasan (Kompas, 16/11/2018).

AFP/ROSLAN RAHMAN

Pemimpin negara-negara peserta KTT Asia Timur Ke-13 yang menjadi bagian dari KTT ASEAN Ke-33 di Singapura, berfoto bersama, Kamis (15/11/2018).

Kendati demikian, di bidang ekonomi dan perdagangan, ASEAN dan 6 negara mitra (ASEAN+6) kembali gagal mencapai titik temu terkait isu-isu yang masih menjadi batu sandungan untuk disepakatinya CERP, yang semula diharapkan bisa ditandatangani pada KTT tiga hari di Singapura ini.

Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional (Regional Comprehensive Economic Partnership/RCEP) adalah kesepakatan perdagangan bebas terbesar dunia yang tak mengikutsertakan Amerika Serikat, tetapi didukung China. Dengan melibatkan 10 negara ASEAN dan 6 negara lain di Asia Pasifik (China, Jepang, India, Korea Selatan, Australia, dan Selandia Baru), RCEP bisa dikatakan akan merangkul separuh dari penduduk dunia.

Gagal ditandatangani tahun ini, kalangan menteri ekonomi dan perdagangan ASEAN+6 kini berharap, RCEP bisa ditandatangani dan diimplementasikan pada 2019. Sebelumnya, mereka gagal memenuhi tiga deadline terkait RCEP sejak negosiasi menyangkut RCEP dimulai 2013. Implementasi RCEP diperkirakan akan mampu meningkatkan volume perdagangan di ASEAN hingga 92 persen. Konklusi RCEP juga akan menjadi catatan sukses ASEAN dalam menyatukan perekonomian besar, seperti China, India, Jepang, dan Korsel, dalam satu kesepakatan dagang tunggal yang komprehensif.

Di tengah situasi global yang sangat tak kondusif, terutama dengan kebijakan proteksionis dan perang dagang yang dikobarkan AS, disepakatinya RCEP juga menjadi semacam sinyal kuat komitmen negara-negara di kawasan terhadap perdagangan bebas. Hal ini juga mengingat karena dampak perang dagang dirasakan semua negara di kawasan.

Berbagai kalangan mencemaskan tak kunjung meredanya perang dagang AS-China, yang diperkirakan kian tereskalasi pada 2019. Sementara, WTO sebagai satu-satunya jaring pengaman perdagangan global sendiri terlihat tak bergigi.

Di tengah situasi seperti ini, agenda liberalisasi perdagangan dan arsitektur regional yang berbasis pada aturan terbuka, transparan, dan inklusif diyakini menjadi kunci bagi kesinambungan pertumbuhan ekonomi kawasan yang sangat dinamis dan menjadi lokomotif pertumbuhan global serta sangat bertumpu pada perdagangan.

Kini ASEAN+6 memasuki titik kritis proses negosiasi menyangkut liberalisasi dagang di kawasan, terutama menyangkut akses pasar barang, investasi, dan jasa. Kendati mencatat kemajuan signifikan dalam pembahasan menyangkut tujuh dari 18 bab kesepakatan di RCEP, beberapa hal masih jadi batu sandung penghambat kesepakatan. Di antaranya keberatan India untuk membuka pasarnya bagi kompetisi, terutama dari China.