DIDIE SW

Andreas Maryoto, wartawan senior Kompas.

Satu demi satu kasus di perusahaan digital terungkap ke publik. Pekan ini masyarakat kembali dikejutkan dengan hasil investigasi media yang menyebutkan Facebook diketahui membuka akses data privat untuk beberapa perusahaan teknologi lainnya.

Pengungkapan ini memperlihatkan betapa data pribadi menjadi komoditas yang berharga dan diperdagangkan secara ilegal. Kini publik kembali menunggu pertanggungjawaban perusahaan ini. Pemegang saham dilaporkan mulai resah dengan kabar ini.

Selasa (18/12/2018) petang waktu Amerika Serikat, sebuah berita The New York Timesdengan judul "As Facebook Raised a Privacy Wall, It Carved an Opening for Tech Giants" mengungkapkan, terdapat beberapa dokumen internal Facebook yang memperlihatkan perusahaan itu memberi akses data pribadi penggunanya kepada Microsoft, Amazon, Spotify, dan perusahaan teknologi lainnya. Dokumen yang tercatat sejak 2017 itu juga memperlihatkan praktik-praktik mereka dalam memberi akses data pribadi itu kepada partner-partnernya.

…terdapat beberapa dokumen internal Facebook yang memperlihatkan perusahaan itu memberi akses data pribadi penggunanya kepada Microsoft, Amazon, Spotify, dan perusahaan teknologi lainnya.

Pertukaran data itu menguntungkan kedua belah pihak. Dengan berpartner, Facebook mendapat lebih banyak pengguna dan ini berarti bisa meningkatkan nilai iklan mereka sementara perusahaan-perusahaan yang bekerja sama akan mampu meningkatkan daya tariknya ke pasar. Mereka terkoneksi satu sama lain dengan berbagai fasilitas dan dan laman yang berbeda.

AP PHOTO/ANDREW HARNIK

Dalam foto yang diambil pada 11 April 2018, CEO Facebook Mark Zuckerberg memberikan kesaksian di Capitol Hill, Washington, Amerika Serikat, tentang penggunaan data pribadi pengguna Facebook untuk menarget para pemilih Amerika dalam pemilu 2016.

Facebook membolehkan Bing, mesin pencari milik Microsoft, untuk melihat para pengguna Facebook secara virtual tanpa persetujuan penggunanya. Mereka juga memperkenankan Netflix dan Spotify untuk membaca pesan pribadi milik pengguna Facebook.

Perusahaan media sosial itu mengizinkan Amazon mendapatkan nama dan informasi kontak melalui teman-temannya. Mereka juga memperbolehkan Yahoo untuk mengetahui aliran unggahan sebuah akun berikut teman-temannya tanpa memberitahukan kepada pemilik akun.

Secara keseluruhan, Facebook bekerja sama dengan 150 perusahaan yang terdiri dari perusahaan teknologi, peritel, perusahaan hiburan, pembuat mobil, dan media. Kerja sama tertua dilakukan tahun 2011 dan masih aktif hingga 2017. Beberapa di antaranya masih berjalan hingga tahun ini.

Skandal ini merupakan skandal ke sekian kalinya dari skandal Facebook. Sebelumnya, mereka dituduh memperbolehkan perusahaan konsultan Cambridge Analytica untuk mengakses sejumlah akun penggunanya. Direktur Privasi dan Kebijakan Publik Facebook Steve Satterfield membantah apabila kerja sama itu melanggar kebijakan privasi. Semua kontrak harus patuh pada kebijakan Facebook. Ia juga mengatakan, saat ini pihaknya terus meningkatkan perlindungan data pribadi dan ini menjadi fokus mereka pada tahun ini.

AFP/DANIEL LEAL-OLIVAS

Laptop yang menunjukkan logo Facebook diletakkan di depan tanda penunjuk kantor Cambridge Analytica di luar gedung kantor perusahaan tersebut di London, Inggris, 21 Maret 2018.

Akan tetapi, ahli privasi data mengatakan, kerja sama yang dilakukan Facebook telah melanggar kebijakan privasi. Langkah melakukan berbagi data tanpa membuat persetujuan dengan pengguna merupakan pelanggaran aturan privasi data. Mereka mengatakan, data privat merupakan tenaga dalam bisnis kini dan masa depan yang bernilai sangat tinggi. Perusahaan-perusahaan di Amerika Serikat diperkirakan mengeluarkan dana hingga 20 miliar dollar AS hingga akhir tahun ini untuk mendapatkan data konsumer personal.

Bagi perusahaan teknologi di Indonesia, kasus ini menjadi pelajaran berharga agar menjaga secara cermat data pribadi penggunanya. Berbagai rencana bisnis mudah didapat ketika kita memiliki data personal berikut perilakunya secara akurat. Godaan untuk memperjualbelikan data pribadi itu tentu sangat tinggi karena permintaan tentu akan banyak. Berbagai pebisnis tentu ingin menguasai data itu. Akan tetapi, sekali perusahaan itu menyalahgunakan kepercayaan pengguna, publik akan menghukumnya dengan meninggalkan aplikasi yang selama ini dipakai.

Pemerintah, Dewan Perwakilan Rakyat, dan organisasi nirlaba perlu mulai mencermati kasus-kasus penggunaan data pribadi itu. Mereka perlu mempelajari masalah ini dan mengingatkan para pendiri dan pengelola perusahaan teknologi agar berhati-hati dengan penguasaan data pribadi. Mereka juga perlu meningkatkan kemampuan untuk memahami dan kemungkinan kelak menangani kasus-kasus sejenis sehingga di satu sisi memberikan pelajaran bagi para pelanggar, tetapi di sisi lain mereka memberikan keleluasaan bagi anak-anak muda yang mengembangkan teknologi digital.