Angka Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) 2017 adalah 72,11 dalam skala 0 sampai 100. IDI meningkat dibandingkan dengan angka 2016 sebesar 70,09. Dalam standar pengukuran BPS, indeks demokrasi masuk kategori baik jika berada di atas angka 80, sedang di angka 60-80, dan buruk di bawah 60.

KOMPAS/ALIF ICHWAN

Menko Polhukam Wiranto menyerahkan penghargaan Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) 2017 kepada Gubernur DKI Anies Baswedan, Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sri Sultan Hamengkubuwana X, Gubernur Kaltara Irianto Lambrie dan yang mewakili Gubernur Babel Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik, Bangka Belitung, Tarmin AB (dari kiri ke kanan) di Jakarta, Kamis (13/12/18). Sebelumnya Wiranto juga membuka launching Buku Indek Demokrasi Indonesia (IDI) Tahun 2017.

Meskipun naik, nilai IDI relatif stagnan sejak diluncurkan pada 2009. Indeks ini mengukur tiga aspek demokrasi, yaitu kebebasan sipil, hak-hak politik, dan lembaga demokrasi. Kenaikan IDI disebabkan peningkatan aspek kebebasan sipil dan lembaga demokrasi yang naik nyata, dan menurun pada aspek hak-hak politik.

Dari 11 variabel IDI, BPS mencatat tiga variabel berkategori buruk. Ketiganya adalah partisipasi politik dalam pengambilan keputusan dan pengawasan, peran DPRD, dan peran birokrasi pemerintah daerah. Data ini memperlihatkan, meskipun nilai indeks untuk variabel lembaga demokrasi naik nyata, tetapi baru sebatas keberadaan lembaga saja. Hal yang lebih penting, yaitu peran lembaga seperti DPRD sebagai saluran aspirasi rakyat di tingkat lokal, justru belum memenuhi harapan.

Provinsi DKI Jakarta meraih angka tertinggi di antara 34 provinsi. Besar angka Indeks Kebebasan Sipil Jakarta 87,73, Indeks Hak Politik 80,06, dan Indeks Lembaga-lembaga Demokrasi besarnya 87,12. Dengan tiga aspek berada pada kategori tinggi, Jakarta menjadi contoh peran pemerintah daerah meningkatkan arah perkembangan demokrasi.

Laporan BPS ini menjadi cermin demokrasi kita. Statusnya tetap berada pada kategori sedang dan berfluktuasi dari tahun ke tahun memperlihatkan perlu kerja keras memperbaiki demokrasi.

Sebagai pembanding ada baiknya kita juga melihat bagaimana dunia luar menilai kualitas demokrasi kita. Economist Intelligence Unit yang dikelola majalah The Economist menilai, meskipun indeks demokrasi 167 negara secara umum turun, dua negara besar Asia yang demokrasinya sedang bertumbuh, yaitu India dan Indonesia, merosot nyata dalam angka dan peringkat demokrasi.

Wujud merosotnya demokrasi dan sebagian sudah kita rasakan adalah turunnya partisipasi dalam pemilihan umum, terlihat pada partisipasi pilkada di wilayah yang kepala daerahnya terlibat korupsi. Kepercayaan kepada lembaga demokrasi turun, melabarnya jarak antara yang diwacanakan elite politik dan kebutuhan rakyat, lemahnya fungsi pemerintahan, dan turunnya daya tarik partai politik utama bagi calon pemilih.

Perbaikan demokrasi berkaitan erat dengan perbaikan kesejahteraan dan budaya menerima perbedaan pendapat, serta toleransi terhadap mereka dengan keyakinan berbeda.