AFP PHOTO / ALEX HALADA

Kanselir Austria Sebastian Kurz (kanan) dan Presiden Iran Hassan Rouhani memberikan keterangan pers di sela-sela pertemuan keduanya di Vienna, 4 Juli 2018. Iran bersiap-siap menghadapi sanksi ekonomi dari Amerika Serikat.

Keinginan Amerika Serikat untuk menyerang Iran, seperti dibongkar The Wall Street Journal, tak hanya menyiratkan perdamaian di Timur Tengah yang kian rapuh.

Permintaan Dewan Keamanan Nasional (NSC) kepada Departemen Pertahanan (Pentagon) AS untuk menyiapkan beberapa opsi serangan ke negeri para mullah itu juga membuat peta perebutan pengaruh di kawasan kian memanas. Arab Saudi yang disokong AS mendukung kebijakan penyerangan. Sebaliknya, Iran pasti akan lebih merapat ke Rusia dan Turki untuk memperkuat posisinya.

The Wall Street Journal menyebutkan, pada musim gugur lalu NSC meminta Pentagon memberikan beberapa opsi untuk menyerang Iran. Permintaan itu muncul setelah gerilyawan di Irak, yang bersekutu dengan Teheran, menembakkan mortir ke kawasan yang merupakan permukiman pejabat dan Kedutaan Besar AS di Baghdad.

Permintaan lembaga yang dipimpin John R Bolton ini mengejutkan Menteri Pertahanan Jim Mattis dan pejabat Pentagon. Meski menawarkan beberapa opsi penyerangan, termasuk serangan udara ke fasilitas militer Iran, The Wall Street Journal melaporkan, Mattis dan pejabat militer menolak rencana aksi itu. Dalam kunjungan ke Uni Emirat Arab, Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo juga berbicara tentang perlunya melawan Iran, meski ia tidak setuju aksi militer.

Sejak mengambil alih kepemimpinan NSC dari tangan HR McMaster pada April 2018, Bolton mengintensifkan kebijakan pemerintah mengisolasi dan menekan Iran. Hal itu mencerminkan permusuhan Bolton, yang pernah menjadi pejabat di masa pemerintahan George W Bush, terhadap pemimpin Iran. Bolton tidak hanya menyerukan serangan militer terhadap Iran, tetapi juga perubahan rezim.

Di era Bolton ini, AS menarik mundur dari perjanjian nuklir Iran. Namun, ia gagal meyakinkan Presiden Donald Trump untuk mempertahankan pasukannya di Suriah. Desember lalu Trump memutuskan menarik pasukannya dari Suriah. Padahal, bagi Israel, mundurnya AS membuat pengaruh Iran kian besar di Suriah, mengingat Iran adalah pendukung utama Presiden Suriah Bashar al-Assad. Pengaruh Iran yang kuat di Suriah dapat mengancam keamanan Israel.

Permintaan Bolton ini mencerminkan perubahan sikap AS terhadap Iran yang cenderung konfrontatif dibandingkan pada masa Presiden Barack Obama. Wajar jika Iran menuduh AS terlibat dalam beberapa kali demonstrasi yang sebenarnya terkait kondisi ekonomi negara Iran.