
Teja Amanda Putra memilih cara berbeda dalam memberikan mahar pernikahan kepada istrinya. Awal Maret 2019, dia melangsungkan perkawinan dengan pujaan hatinya, Chintania Rosaline, di Aula Universitas Negeri Padang, Sumatera Barat. Maskawinnya sembilan produk reksa dana dari sembilan aset manajemen berbeda serta satu set kalung berlian.
Kenapa Teja memilih produk investasi sebagai maskawin? Kenapa bukan uang atau emas atau barang lain seperti jamak dilakukan orang kebanyakan? Tidakkah itu aneh?
"Saya memilih mahar reksa dana karena semangat kami adalah berinvestasi untuk generasi kami berikutnya serta kami mengetahui kondisi pasar modal Indonesia merupakan pasar yang memberikan keuntungan terbesar di dunia dalam 10 tahun terakhir," kata Teja Amanda Putra, seperti dilaporkan Kontan.co.id, 10/3/2019.
Selain Teja, di Sumatera Barat sejumlah pemuda juga memberikan mahar kepada istrinya dengan produk investasi di pasar modal. Mereka memilih saham dari berbagai perusahaan yang tercatat di Bursa Efek Indonesia.
Dua tahun lalu, seorang pemuda di Bantul, DI Yogyakarta, juga melakukan hal di luar kebiasaan ini. Pemuda itu, Idunk Ace Pradana, menikahi kekasihnya, Diah Siswantari, sekitar Oktober 2017, dengan maskawin 50.000 lembar saham sebuah perusahaan. Kala itu satu lembar saham itu bernilai Rp 555. Artinya, kalau ditotal, nilai maskawin saham itu Rp 27.750.000.
Menurut Idunk, seperti dilaporkan Tribunnews.com (15/10/2017), dirinya memilih saham sebagai maskawin karena saham bisa menjadi "pegangan" untuk istrinya jika dia dan keluarganya tiba-tiba mendapat masalah keuangan.
Sang istri, Annisa, pun merasa senang dengan maskawin saham ini. "Berarti Mas Idunk sudah memikirkan bagaimana masa depan dengan menyusun rencana mulai sekarang," kata Annisa.
Keputusan para pemuda ini memberikan maskawin berupa saham atau reksa dana kepada istri tidak saja membuat momen sakral itu menjadi istimewa. Hal itu juga membuat maskawin tersebut menjadi investasi, tidak sekadar barang yang bersifat konsumtif jangka pendek.
Saat ini, membeli saham tidak lagi harus dalam jumlah besar dan atau membutuhkan modal yang sangat besar. Bursa Efek Indonesia yang didukung oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah meluncurkan program menabung saham yang dikemas dalam Yuk, Nabung Saham sejak tiga tahun lalu.
Program ini memungkinkan masyarakat membeli saham dengan modal Rp 100.000. Karena bersifat menabung, maka harus dilakukan rutin tiap bulan. Jadi, dengan hanya bermodalkan Rp 100.000, kita sudah bisa membeli saham.
Program ini memberikan pilihan jenis investasi bagi kalangan pemula atau investor baru ataupun anak-anak muda. Jika masih lajang, langkah untuk menyiapkan saham sebagai mahar untuk calon istri bisa dimulai dengan rutin menabung saham.
Kalau kamu belum punya rencana menikah, ketimbang memberikan bunga mawar atau cokelat impor—yang sangat mungkin harganya lebih dari Rp 100.000—akan sangat berkesan (dan sudah pasti bermanfaat) jika kekasih memberikan kejutan ulang tahun berupa seberkas saham.
Junior program
Bagi adik-adik yang berumur di bawah 17 tahun atau belum memiliki kartu tanda penduduk, seperti diwajibkan dalam pembukaan rekening, tidak perlu kecewa.
Sebagai bagian dari upaya memperluas basis investor domestik dan mengakselerasi inklusi keuangan di bidang pasar modal, OJK tengah menyiapkan kebijakan pembukaan rekening pasar modal tanpa perlu menggunakan kartu tanda penduduk.
Kebijakan semacam junior program ini sudah dijalankan di sejumlah negara, antara lain di Jepang. Seperti diketahui, langkah pertama dalam melakukan pembelian saham adalah membuka rekening.
Di industri perbankan, pembukaan tabungan atau rekening bank untuk adik-adik yang belum memiliki kartu tanda penduduk sudah lebih dulu diterapkan, misalnya dalam program simpanan pelajar.
Konsepnya lebih kurang seperti ini: orangtua membukakan rekening efek untuk anaknya dengan memakai nomor induk kependudukan yang sudah dimiliki setiap orang sejak lahir dan tercatat di kartu keluarga. Setelah itu, sang anak bisa langsung membeli saham untuk ditabung, tetapi tidak dapat dijual dalam jangka waktu tertentu.
Bayangkanlah jika kamu sudah mulai menabung saham sejak kelas satu SMP hingga sepuluh tahun ke depan saat kamu lulus kuliah. Lalu, masih akan diteruskan hingga kamu berumur 25 tahun dan siap untuk menikah. Pasti jumlah saham yang bisa kamu jadikan maskawin atau modal berumah tangga akan sangat besar. Keren, kan?
Menurut data Kustodian Sentral Efek Indonesia, jumlah anak muda berumur antara 21 tahun dan 30 tahun yang menjadi investor pasar modal mencapai 39,72 persen dari total investor pasar modal yang 1,6 juta investor. Adapun investor yang berusia 31-40 tahun mencapai 25,34 persen dari total investor.
Bandingkan dengan investor anak muda pada 2017 yang baru mencapai 26,2 persen dari total investor 1,12 juta. Investor itu terdiri dari investor saham, surat utang, reksa dana, surat berharga negara, dan efek-efek lainnya.
Sebagian besar (73 persen) investor itu berada di Pulau Jawa dengan nilai aset lebih dari Rp 2.000 triliun atau di atas 95 persen dari seluruh aset investor ritel. Disusul Sumatera di peringkat kedua (lalu berturut-turut Kalimantan, Sulawesi, Bali, Nusa Tenggara Timur, dan Nusa Tenggara Barat).
Perlu dicatat, sekalipun Kalimantan dan Sulawesi kalah dibandingkan dengan Sumatera dari sisi jumlah pemodal, nilai investasinya lebih tinggi daripada Sumatera.
Data dan informasi ini menggambarkan dengan jelas betapa besarnya kesenjangan posisi geografis investor pasar modal. Oleh karena itu, sangat mendesak untuk mengalihkan perhatian ke luar Pulau Jawa. Di luar Jawa, potensi generasi milenial (dan tentu saja uangnya) juga tak kalah besar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar