ARSIP PRIBADI

DR SAMSURIDJAL DJAUZI

 

Kedua orangtua kami sudah meninggal. Saya sekarang tinggal dengan kakak saya yang berumur 29 tahun. Saya sudah menikah dan mempunyai anak laki-laki berumur 3 tahun. Sebenarnya pendapatan suami dan saya cukup untuk kebutuhan keluarga kecil kami. Namun, kami harus mengeluarkan biaya tak sedikit untuk pengobatan dan rehabilitasi kakak saya.

Kakak saya sebenarnya pintar, selalu juara kelas. Namun, saat kelas dua SMA dia bertengkar dengan ayah dan memberontak. Dia berhenti sekolah dan bergaul dengan anak-anak yang tidak sekolah, sampai akhirnya terjerat pemakaian narkoba. Dia pernah ditangkap dan ditahan polisi, tapi tidak lama karena boleh mengikuti rehabilitasi.

Waktu itu dia sudah kecanduan narkoba selama 5 tahun. Ayah amat terpukul dengan kejadian itu dan penyakit jantung ayah kambuh sehingga ayah harus dirawat berkali-kali dan kemudian tidak tertolong. Ibu amat sedih dengan kepergian ayah, apalagi ayah adalah tulang punggung keluarga.

Ibu terpaksa menghidupi saya yang masih kuliah tingkat akhir dan kakak saya yang belum bisa lepas dari narkoba. Satu demi satu peninggalan ayah terjual, yang masih tersisa adalah rumah yang kami tempati. Ibu menderita sakit ginjal, tapi tidak mau menjalani cuci darah sehingga akhirnya ibu pun menyusul ayah.

Untunglah saya sudah selesai kuliah dan berumah tangga. Saya sekarang masih mengurus kakak yang sudah bersih narkoba, tapi tidak punya pekerjaan. Dia pernah bekerja sebagai sukarelawan di sebuah LSM. Meski penghasilannya tidak seberapa, dia bergaul dengan teman-temannya yang sudah bersih narkoba, bahkan dapat membantu pencandu untuk berhenti memakai narkoba.

Saya mulai tenang dan fokus ke anak dan suami saya. Namun, keadaan ini tak lama. Pada pemeriksaan darah, ternyata kakak saya diketahui menderita hepatitis C. Menurut dia, dirinya mungkin tertular sewaktu memakai jarum bersama ketika menyuntik narkoba. Masih beruntung dia tidak tertular HIV.

Ini berarti sudah hampir 10 tahun dia tertular hepatitis C dan sepengetahuan saya hepatitis C yang tidak diobati dapat menjadi penyakit hati yang serius. Untunglah pemerintah mempunyai program terapi hepatitis C gratis dan kakak saya boleh mengikuti program tersebut. Dia menggunakan obat selama 3 bulan kemudian dinyatakan sembuh.

Saya mulai punya semangat baru. Kakak saya berhenti pakai narkoba dan sembuh dari hepatitis C. Dia sekarang belajar usaha jualan daring dan tampaknya mulai ada kemajuan. Seingat saya dulu marak sekali penggunaan narkoba suntikan di kalangan remaja kita. Apakah banyak yang tertular hepatitis C?

Apakah mereka yang tertular mungkin semua diobati dan mencapai kesembuhan seperti kakak saya? Bagaimana program pemerintah untuk mengeliminasi hepatitis C dari negeri kita? Mohon penjelasan dokter karena saya rasa banyak anggota keluarga yang mengalami nasib seperti saya.

N di J

Sekitar tahun 2000 memang penggunaan narkoba suntikan marak sekali. Remaja kita menggunakan narkoba suntikan tanpa menyadari bahwa mereka dapat tertular berbagai penyakit akibat penggunaan jarum suntik bersama.

Jarum yang dipakai bersama dapat menularkan hepatitis C, hepatitis B, HIV. Karena jarum tersebut tidak steril juga dapat terjadi infeksi kuman yang dapat mengakibatkan infeksi katup jantung (endokarditis). Selain risiko infeksi, remaja juga menghadapi risiko adiksi, sulit melepaskan diri dari ketergantungan narkoba.

Jika tak menggunakan narkoba, mereka akan mengalami sindrom putus obat (withdrawal syndrome). Seluruh tubuh sakit, gelisah, dan berkeringat dingin. Jika dapat narkoba, gejala tersebut hilang. Pengobatan adiksi memerlukan perjuangan dalam waktu lama.

Saya mengucapkan selamat kepada kakak Anda yang sekarang berhasil masuk ke dalam tahap tidak menggunakan narkoba. Saya juga gembira kakak Anda dapat mengajak remaja lain untuk tidak menggunakan jarum bersama, bahkan secara bertahap keluar dari kebiasaan menggunakan narkoba.

Penderita hepatitis C di negeri kita diperkirakan sekitar 1 persen populasi atau sekitar 2,6 juta orang. Jumlah yang tidak sedikit. Sebagian besar remaja tertular akibat penggunaan jarum bersama dalam menggunakan narkoba, sebagian kecil tertular dari cairan tubuh, salah satunya karena hubungan seksual.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencanangkan pencapaian eliminasi hepatitis B dan C pada tahun 2030. Terapi hepatitis C dapat menyembuhkan, tetapi terapi hepatitis B sementara ini baru pada tahap terkendali, artinya virus hepatitis B dalam bentuk HBV DNA tidak ditemukan di darah.

Kementerian Kesehatan kita telah mempunyai program untuk mengendalikan hepatitis B dan hepatitis C di Indonesia dan sebagai anggota WHO kita banyak merujuk ke kebijakan WHO yang disesuaikan dengan keadaan di Indonesia.

Pada 2016, WHO mengumumkan strategi untuk mencapai eliminasi hepatitis B dan C sehingga kedua hepatitis ini tidak lagi menjadi masalah kesehatan utama. Diharapkan pada 2030 nanti kasus baru hepatitis B dan C menurun 90 persen dan kematian akibat kedua penyakit ini turun 65 persen.

Untuk menuju pencapaian tersebut, diperlukan tujuh langkah sebagai berikut.

1) Adanya kebijakan nasional semua negara anggota.

2) Tersedianya layanan tes hepatitis B dan C yang mudah dijangkau dan murah.

3) Tersedianya terapi hepatitis B dan C. Namun, untuk melaksanakan terapi, perlu diketahui orang-orang yang telah terinfeksi. Sampai saat ini jumlah yang menjalani tes masih rendah sehingga yang terdiagnosis juga baru sedikit. Pemerintah kita telah menyediakan obat hepatitis B dan hepatitis C untuk masyarakat kita.

4) Imunisasi hepatitis B. Untuk mencegah penularan pada bayi, pemerintah telah memasukkan imunisasi hepatitis B ke dalam Program Imunisasi Nasional. Setiap bayi di Indonesia berhak untuk mendapat imunisasi hepatitis B yang suntikan pertamanya dilaksanakan pada hari pertama kelahiran.

5) Pencegahan penularan hepatitis B dari ibu hamil ke bayi. Dewasa ini ibu hamil diperiksa hepatitis B, HIV, dan sifilis untuk mencegah penularan ke bayi.

6) Menjaga keamanan darah. Darah yang akan ditransfusikan harus bebas dari hepatitis B, HIV, dan penyakit menular lain.

7) Penggunaan jarum suntik yang steril dan jarum suntik hanya boleh digunakan sekali pakai.

Bagaimana kesiapan kita untuk dapat menuju pencapaian WHO tahun 2030 itu? Masih banyak yang harus kita kerjakan. Kita patut bergembira karena pemerintah sudah mempunyai kebijakan dan program yang jelas. Namun, program tersebut hanya akan dapat terlaksana jika masyarakat peduli dan mendukungnya.

Saat ini kita masih pada tahap awal. Terapi hepatitis C, misalnya, baru dinikmati sekitar 3.000 orang. Harus lebih banyak yang menjalani tes hepatitis, layanan terapi hepatitis harus diperbanyak.